Tazkiyatun Nafs
Ada satu ayat dalam Al-Qur’an yang menarik untuk kita pahami tentang hati. Di akhirat kelak, manusia dapat bertemu dengan Allah ketika memiliki hati yang bersih. Artinya, hati memiliki peran yang sangat penting bagi seorang Muslim. Siapa yang hatinya bersih, dialah yang layak bertemu dengan Allah Ta’ala di akhirat.
Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berfirman:
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(Yaitu) pada hari ketika harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna (hari kiamat), kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
(QS. Asy-Syu‘arā’: 88–89)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, menurut Ibnu Sirin, hati yang bersih adalah hati yang meyakini bahwa Allah itu benar, bahwa hari kiamat pasti terjadi tanpa keraguan sedikit pun, dan bahwa Allah akan membangkitkan seluruh makhluk dari kuburnya.
Jelaslah bahwa hati memiliki peran besar bagi seseorang di akhirat. Karena itu, kebersihan hati harus selalu diusahakan dan dijaga. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasad; jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. al-Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599)
Imam Ibn Rajab al-Hanbali berkata: “Hadis ini menunjukkan bahwa kebersihan amal dan akhlak seseorang tergantung pada kebersihan hatinya, karena hati adalah sumber niat, keikhlasan, dan kesungguhan.” (Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam, 1/79)
Seorang Muslim harus bersungguh-sungguh menjaga hatinya agar tetap bersih dan sehat, menjauhi segala hal yang dapat mengotori bahkan mematikan hati. Rasulullah ﷺ memberi peringatan agar kita waspada terhadap perkara yang bisa mematikan hati. Beliau bersabda:
لَا تُكْثِرُوا الضَّحِكَ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
“Janganlah kalian terlalu banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR. at-Tirmidzi no. 2305, dinilai hasan oleh al-Albani)
Imam al-Mubarakfuri menjelaskan:“Maksudnya bukan melarang tertawa, tetapi agar tidak melalaikan hati dari zikir dan renungan akhirat. Sebab, hati yang lalai akan menjadi keras.” (Tuhfat al-Ahwadzi, 6/144)
Betapa pentingnya urusan hati bagi setiap Muslim. Maka, kita harus pandai menjaga hati agar tidak mati, sebagaimana kita merawat bunga agar tetap mekar dan indah.
Selain itu, perlu diwaspadai pula bahaya hati yang sakit atau bahkan mati. Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berfirman:
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu.”(QS. al-Baqarah: 10)
Imam al-Qurthubi menjelaskan:“Penyakit hati di sini adalah penyakit syubhat (keraguan terhadap kebenaran) dan syahwat (kemunafikan dan hawa nafsu) yang membuat seseorang berpaling dari petunjuk Allah.” (Tafsīr al-Qurṭubī, 1/223)
Salah satu sebab hati menjadi keras, sakit, atau mati adalah kelalaian dari berzikir kepada Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā, sebagaimana firman-Nya:
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّن بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.”(QS. al-Baqarah: 74)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:“Hati yang keras adalah hati yang tidak tergerak oleh peringatan Allah, tidak tersentuh oleh ayat-ayat-Nya, dan tidak lembut dengan zikir. Inilah awal dari kehancuran iman.” (al-Dā’ wa al-Dawā’, hlm. 107)
Oleh karena itu, hati perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar tetap sehat, sebab hati yang sehat memberi pengaruh besar bagi kebaikan di dunia dan keselamatan di akhirat.
Wallāhu a‘lam bish-shawāb.
_Bidang Dakwah Yayasan Baiturrahman Prambanan_